Senin, 30 April 2012

Makna Al-Masyriq dan Al-Maghrib Bab 4 (Terakhir)
Makna Al-Masyriq dan Al-Maghrib (4-habis)
 ILUSTRASI
Oleh: Prof Dr Nasaruddin Umar

Sayang sekali, masa kejayaan Islam selama enam abad tidak bisa berlangsung lebih lama karena pusat-pusat kerajaan Islam terlalu jauh meninggalkan roh al-Islam.
Perpecahan dan bahkan perang saudara terjadi antara dinasti-dinasti Islam. Selain itu, mulai terjadi dekadensi moral di dalam masyarakat.

Perintah dan larangan ajaran Islam banyak dilanggar, sehingga tidak ada kekuatan dan otoritas untuk menegakkan kembali ajaran luhur itu karena figur kalangan atas tidak memberi contoh yang baik.

Apa yang terjadi pada masa jahiliyah kembali diadopsi anggota keluarga raja dan kalangan elite bangsa Arab, misalnya, tradisi harem (gundik-gundik keluarga raja) yang sudah pernah tidak kedengaran pada masa awal Islam, kembali marak lagi.

Menurut Fatimah Mernissi, seorang pakar woman studies, di antara seluruh raja yang pernah berdaulat di Dinasti Bani Abbasiyah, hanya dua orang yang lahir dari permaisuri sah, selebihnya berasal dari istri selir. Hal lain yang perlu dicatat ialah merosotnya aktivitas ilmu pengetahuan.

Pemikiran mu'tazilah yang menjunjung tinggi pikiran dan logika seolah-olah dipandang sebagai aliran sesat. Akibatnya, aktivitas pemikiran dan ilmu pengetahuan mandek. Kebetulan, setelah pemikiran mu'tazilah menurun, digantikan aktivitas tasawuf, yang lebih menekankan aspek rasa dan spiritualitas. Khurafat, bid'ah, pemikiran mistik, serta spekulatif berkembang cepat di dunia Islam.

Pandangan dunia (Islamic world view) berbalik dari periode-periode sebelumnya. Periode ini betul-betul memalukan bagi dunia Islam. Menurut teori politik Ibnu Khaldun, periode sejarah kerajaan dibagi ke dalam empat periode, yakni periode perintis, pembangun, penikmat, dan periode penghancur.

Periode penghancur ini terjadi pada abad 13. Cepat atau lambatnya siklus Ibnu Khaldun ini bergantung pada konsisten atau tidaknya para pelaku politik di dalam memerankan peran politiknya. Alquran sendiri meniscayakan perubahan itu, sebagaimana diisyaratkan dalam QS Ali Imran: 14, "Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran)."

Alquran juga menegaskan bahwa yang mempunyai ajal itu bukan hanya manusia sebagai perorangan, melainkan juga semua masyarakat. Likulli ummatin 'ajal, setiap suatu komunitas itu mempunyai ajal. Dan dalam ayat lain juga dikatakan, "Apabila ajal tiba, tidak akan ditunda atau dipercepat."

Mungkinkah masa kejayaan ini bisa kembali? Semua bergantung pada sejauhmana umat Islam bisa mengindahkan rumus-rumus sejarah yang digambarkan di dalam Alquran.