Kiat Menangani Perpecahan Suami Isteri yang Kian Parah
Allah SWT berfirman, ”Dan
jika kamu khawatirkan ada persengketaan antar keduanya, maka kirimlah seorang
hakim (juru damai) dari keluarga laki-laki dan seorang hakim dari keluarga
perempuan. Jika kedua orang hakim itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya
Allah memberi taufiq kepada suami isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (An-Nisaa’:35).Hal di atas berlaku bila mana nusyuz
(kedurhakaan,baik dari pihak suami maupun dari pihak isteri belum dinyatakan
secara terang-terangan, baru kelihatan tanda-tandanya. Tetapi jika sudah
dinyatakan, semua tindakan tadi tidak perlu lagi dilakukan sebab tidak ada
nilai dan manfaatnya, sekarang bentuknya sudah berubah menjadi pertarungan dan
peperangan antara kedua musuh yang masing-masingnya ingin memecahkan kepala
lawannya! Ini jelas tidak diinginkan ... Dan bukan ini yang dimaksud. Demikian
pula pada saat semua tindakan tadi sudah dilakukan tetapi tampak belum efektif
dan tidak menghasilkan apa-apa. Bahkan sebaliknya membuatnya semakin jauh
seakan melawan dan memutuskan sisa-sisa tali, yang masih terikat, atau semua
cara yang ditempuh tadi tidak membuahkan hasil sama sekali. Dalam kondisi
seperti ini manhaj Islami yang sangat
bijaksana menyarankan untuk mengambil tindakan terakhir untuk menyelamatkan
institusi yang mulia ini dari keruntuhan sebelum sesuatunya terlambat, ”Dan
jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya maka kirimlah seorang
hakim (juru damai) dari keluarga laki-laki dan sorang hakim dari keluarga
perempuan. Jika kedua orang itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah
memberi taufik kepda suami istri itu. Sesungguhnya Allah maha Mengetahui, lagi
Maha Mengenal.” (An-Nisaa’:35).
Manhaj Islami tidak mengajak orang
untuk menyerah kepada gejala-gejala persengketaan dan kebencian. Juga tidak
menganjurkan supaya buru-buru memutuskan tali perkawinan dan institusi keluarga
yang dapat menyengsarakan anggotanya yang tidak berdosa dan tidak berdaya, baik
yang besar maupun yang kecil.
Institusi keluarga itu sangat mulia,
dalam pandangan Islam mengingat perananya yang begitu penting dalam membangun
masyarakat dan memasoknya dengan elemen-elemen baru yang amat dibutuhkan bagi
perkembangan, kemajuan kelangsungan masyarakat.
Manhaj Islam sengaja mengambil cara
terakhir ini ketika dikhawatirkan akan terjadi perpecahan. Cara ini harus
segera dilakukan sebelum perpecahan itu benar-benar terjadi dengan cara
mengirimkan seorang hakim yang disenangi oleh pihak isteri dan seorang hakim
yang disenangi oleh pihak suami agar keduanya bertemu dalam suasana yang tenang
jauh dari emosi perasaan-perasaan negatif dan pesoalan-persoalan kehidupan
lainya yang dapat menodai kesucian hubungan pasangan suami isteri. Kedua juru
damai itu harus bebas dari pengaruh-pengaruh yang dapat merusak suasana
kehidupan dan mempersulit permasalahan yang karena kedekatan hubungan keduanya
dengan pasangan suami isteri tersebut, maka tampak besar sehingga memenuhi
semua sisi kebaikan lain yang ada dalam pasangan suami isteri termaksud. Kedua
hakim itu harus berusaha keras menjaga citra kedua keluarga yang asli (agar
selalu) merasa belas kasihan kepada anak-anak mereka yang masih kecil. Jauh
dari dorongan keinginan untuk memenangkan salah satunya atas yang lain. Sebab
segala sesuatunya bisa saja terjadi dalam kondisi semacam ini, mendambakan
kebaikan kedua bagi suami isteri dan anak-anak institusi mereka yang sedang
terancam bahaya kehancuran. Pada saat yang sama justru damai itu harus
menjaga rahasia suami isteri. Sebab
keduanya adalah keluarga mereka juga, bukan karena tahuk rahasia tersebut
terbongkar akan tetapi karena tidak ada manfa’at yang didapat dari membongkarkannya
rahasia tersebut, bahkan manfaat akan diperoleh bilamana rahasia tersebut
dipendam dan disimpan baik-baik.
Kedua hakim, justru damai, itu
berkumpul untuk mencari solusi dan perbaikan seandainya pasangan suami isteri tersebut masih mengingatkan
perbaikan. Biasanya hanya rasa kesal (marah) yang menutupi keinginan baik ini.
Tetapi dengan bekal kemauan kuat dari kedua hakim itu untuk mendamaikan
pasangan termasuk mudah-mudahan Allah akan memberi taufik kepada mereka, ”Jika
kedua orang hakim itu bermaksud hendak mengadakan perbaikan niscaya Allah
memberi taufik kepada suami isteri itu.” (An-Nisaa’:35).
Jadi keduanya harus bertujuan untuk
memberbaiki. Mudah-mudahan Allah memberi taufik, ”Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (An-Nisaa’:35).Selesai.(FiZhilalil Qur’an II:264).
Sumber: Diadaptasi dari 'Abdul 'Azhim bin Badawi al-Khalafi, Al-Wajiz Fi Fiqhis Sunnah Wal Kitabil 'Aziz, atau Al-Wajiz Ensiklopedi Fikih Islam dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah Ash-Shahihah, terj. Ma'ruf Abdul Jalil (Pustaka As-Sunnah), hlm. 616 -617.