Kamis, 17 Mei 2012

 Berhati Burung
 
MEDIA INFORMASI - Mencari rezeki merupakan keniscayaan bagi makhluk yang bernyawa. Allah SWT telah menyediakan bermacam sarana agar rezeki itu mudah didapatkan. Rezeki bahkan tidak hanya disediakan bagi orang yang beriman, tetapi juga untuk mereka yang tak beriman. Khusus bagi hamba yang beriman, Allah mengingatkan bahwa mencari bagian duniawi tidak boleh dilupakan, meskipun keukhrawian harus lebih diprioritaskan.

Dalam mencari rezeki, seorang Muslim tidak hanya dituntut untuk serius dalam bekerja, tetapi juga diajarkan untuk memiliki energi ketawakalan dalam semua aktivitasnya. Tawakal sering kali dipahami sebagai kepasrahan total kepada Allah, yang seolah menafikan usaha. Padahal, ketawakalan sejatinya merupakan sifat hati sebagai bagian keyakinan seorang mukmin bahwa rezekinya sudah ada yang mengatur.

Sikap tawakal akan membuat seseorang tidak ngoyo dan mabuk harta dalam mencari rezeki. Ketawakalan juga yang membuat seseorang menyadari bahwa bila rezekinya susah didapat, berarti Allah sedang menyiapkan takdir lain yang lebih baik untuknya.

Namun, bila rezeki itu dimudahkan, kemudahan itu diyakininya atas anugerah Allah, sehingga dia bersyukur atas karunia itu, bukan malah kufur. Sebab, salah satu ciri tawakal adalah kesiapan jiwa dalam menerima seberapa pun rezeki yang didapat, apakah itu sedikit ataupun banyak.

Nabi Muhammad SAW mengajarkan agar seorang mukmin memiliki sikap ketawakalan seperti yang dipunyai seekor burung. “Andai kata kalian benar-benar bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan memberi kalian rezeki sebagaimana Dia memberi rezeki kepada burung, yaitu keluar dengan perut kosong di pagi hari dan kembali dengan perut kenyang di sore hari.” (HR Tirmidzi).

Nabi juga menjadikan “berhati burung” sebagai salah satu syarat untuk bisa masuk surga. “Akan masuk surga orang-orang yang berhati seperti burung.” (HR Muslim). Pemilihan burung sebagai tamsil pada kedua hadis tersebut, tentu bukan tanpa alasan. Ternyata, berdasarkan penelitian para ahli, untuk mendapatkan rezekinya hewan ini diketahui harus melakukan migrasi hingga ribuan mil.

Namun, semua itu dilakukan dengan efektif dan efisien. Hewan ini mampu mengalkulasi berapa energi yang diperlukan, bagaimana melakukan penerbangan yang aman, berapa jarak tempuh dan jumlah bahan bakar yang harus disediakan, juga bagaimana kondisi cuaca di udara. Ia yakin hari itu pasti ada rezeki untuknya, meskipun harus dicari hingga ke tempat yang sangat jauh. Setelah mendapatkannya, ia pun tidak lupa untuk kembali ke sarangnya.

“Saat kamu bertekad (melakukan sesuatu) maka bertawakallah pada Allah.” (QS Ali Imran [3]: 159). Allah SWT pula yang menjamin rezeki orang yang bertawakal. “Orang yang bertawakal kepada Allah akan dicukupkan rezekinya.” (QS Al-Thalaq [65]: 3).

Selaras dengan perintah Allah itu, Nabi diketahui mempraktikkan ketawakalan dalam kehidupan sehari-harinya. Nabi SAW bekerja, lantaran bekerja merupakan sunahnya. Karenanya, menurut al-Qusyairi (ulama abad ke-10 Hijriah), bila ingin mencontoh keseharian Nabi, seseorang tidak boleh melupakan sunahnya.

Rabu, 16 Mei 2012

Meraih Kesempurnaan Sholat
 
MEDIA INFORMASI -  Shalat merupakan kewajiban yang pertama kali diperintahkan oleh Allah kepada kaum Muslimin. Kewajiban shalat telah disampaikan langsung oleh Allah SWT kepada Rasulullah SAW tanpa perantara.

Shalat merupakan media penghubung antara seorang hamba dengan Tuhannya, yakni Allah SWT. Shalat sekaligus berfungsi sebagai pencegah perbuatan keji dan munkar. Di mata Rasulullah SAW, shalat merupakan penyejuk hati.

Pada zaman sekarang, banyak orang yang mengaku Muslim, namun mereka tidak melaksanakan shalat. Mereka lalai dan menganggap remeh urusan yang satu ini, padahal shalat adalah rukun Islam dan amalan yang pertama kali akan dihisab di akhirat kelak.

Orang menunaikan shalat saja masih mendapat ancaman dari Allah SWT, yaitu mereka yang lalai dalam shalatnya, tidak khusyu’ dan riya. Lantas, bagaimana  dengan orang yang berani meninggalkannya? Konsekuensi (hukuman) apa yang layak bagi mereka yang meninggalkan shalat?

Setiap Muslim dituntut untuk melaksanakan shalat sebagaimana yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW. Jika tidak, maka shalatnya tidak akan diterima. Sebagaimana ditegaskan dalam hadis Rasulullah SAW, “Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat (mengetahui) aku shalat.”

Dalam buku ini, Ibnul Qayyim Al-Jauziyah—yang merupakan salah seorang ulama salaf terkemuka—menjelaskan secara panjang lebar mengenai hukum orang yang meninggalkan shalat dan disertai dengan dalil-dalilnya. Di samping itu, ia juga menjelaskan tentang tata cara shalat Rasulullah SAW, mulai  dari takbiratul ihram hingga salam.

Buku ini juga dipadukan dengan pembahasan mengenai fatwa-fatwa shalat oleh ulama kontemporer terkemuka, yakni Syaikh Abdul Aziz bin Bazz. Buku ini dimulai dengan fatwa-fatwa dalam Alquran. Salah satu hal yang penting dalam bagian pembukaan ini adalah puluhan ayat tentang shalat yang bertebaran dalam Alquran.

Pembahasan yang juga sangat penting di dalam buku ini adalah  hukum meninggalkan shalat dan sifat shalat Nabi. Di dalamnya dibahas antara lain hukum orang yang meninggalkan shalat fardhu, wudhu, mandi junub, menutup aurat, shalat Jumat, dan lain-lain. Juga, sahkah orang yang shalat sendirian, padahal dia mampu berjamaah, serta enam sifat shalat orang munafik.

Tidak kalah pentingnya adalah pasal terakhir dalam buku ini, yakni rangkaian shalat Nabi SAW mulai dari menghadapi Kiblat sampai selesai. Buku ini sangat perlu dibaca oleh kaum Muslimin. Uraian dalam buku ini merupakan tuntunan yang sangat berharga bagi kaum Muslimin untuk meraih kesempurnaan ibadah shalat.

Selasa, 15 Mei 2012

Siapa yang Dimaksud Rendah Hati
 Siapa yang Dimaksud Rendah Hati
 Ust Arifin Ilham ketika memberi tausiah di Lapas Kelas II A Cibinong, Kabupaten Bogor
MEDIA INFORMASI - Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya Allah menerima sholat "mutawaadhiin" hamba-hamba-Nya yang rendah hati", dalam riwayat lain, "Sesungguhnya Allah mengangkat derajat hamba-Nya yang rendah hati". Lantas siapa yang dimaksud rendah hati itu?

1. Hamba Allah yang menunduk dirinya pada syariat Allah, Alqur'an dan As-Sunnah (QS 24:51)
2. Tidak merendahkan orang lain baik secara terang-terangan maupun secara sembunyi-sembunyi, itu kadang bisa terbaca dari ucapan, sorotan mata, dan bahasa tubuh
3. Sangat suka dengan nasehat, suka mengaji duduk di majlis ilmu dan zikir walaupun yang mengajarnya lebih muda
4. Menghormati yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda
5. Hidupnya sederhana bukan karena tidak mampu tetapi tidak mau
6. Dirasakan kemuliaan akhlaknya oleh keluarga, tetangga dan sahabatnya
7. Sangat sibuk asyik memperbaiki dirinya, sama sekali tidak tertarik membicarakan aib Kekurangan orang lain.

SubhanAllah mulianya hamba Allah yang rendah hati... "semoga Arifin dan kalian sahabatku, Allah jadikan hamba-hamba Allah yang rendah hati...aamiin".

Senin, 14 Mei 2012

Pemimpin dan Kejujuran
 
MEDIA INFORMASI - Jujur adalah sifat luhur dan terpuji. Sifat ini sangatlah penting ada pada setiap individu, apakah ia rakyat biasa, lebih-lebih sebagai penguasa. Kejujuran seseorang, selain akan mendatangkan ketentraman bagi dirinya, juga akan memberikan keadilan dan ketenangan bagi orang lain. Nabi Saw bersabda: "Maka sesungguhnya jujur adalah ketenangan dan bohong adalah keraguan. (HR. Tirmidzi).

Bertindak jujur memang tidaklah mudah. Apalagi ketika ketamakan duniawi, yang meliputi gengsi, posisi, dan upeti, sudah merasuki diri. Orang seperti ini akan menghalalkan segala cara, termasuk berdusta, demi tercapainya hasrat dan keinginan nafsunya. Demi untuk mendapatkan dunia, orang rela menukar-balikkan fakta. Menukar kebenaran dengan kebohongan, begitu juga sebaliknya.

Hal ini sesuai dengan prediksi Rasulullah Saw.: “Akan datang kepada manusia tahun-tahun yang penuh tipu daya, di masa itu para pendusta dibenarkan omongannya sedangkan orang-orang jujur didustakan, di masa itu para pengkhianat dipercaya sedangkan orang yang terpercaya justru tidak dipercaya, dan pada masa itu muncul Ruwaibidlah, ditanyakan kepada beliau saw. apa itu Ruwaibidlah?  Rasul menjawab: Seorang yang bodoh (yang dipercaya berbicara) tentang masalah rakyat/publik”. (HR. Ibnu Majah).

Kejujuran seorang pemimpin atau pejabat akan menjadi lebih urgen dari orang atau rakyat biasa karena kejujurannya secara positif akan berpengaruh besar terhadap orang banyak, seperti akan terealisasinya pemerataan pembangunan dan kesejahteraan ekonomi. Dan sebaliknya, kebohongan seorang penguasa akan berdampak besar bagi rakyat banyak, tentu dalam bentuknya yang negatif, seperti melonjaknya angka pengangguran dan kemiskinan.

Hal ini sesuai dengan sabda Nabi Saw.: "Senantiasalah kamu berlaku jujur, karena sesungguhnya kejujuran membawa kepada kebaikan, dan sesungguhnya kebaikan membawa ke surga. Seseorang yang senantiasa jujur dan berusaha untuk selalu jujur, akhirnya ditulis di sisi Allah sebagai seorang yang selalu jujur.
Dan jauhilah kedustaan karena kedustaan itu membawa kepada kemaksiatan, dan kemaksiatan membawa ke neraka. Seseorang yang senantiasa berdusta dan selalu berdusta, hingga akhirnya ditulis di sisi Allah sebagai seorang pendusta.” (HR. Bukhari Muslim).

Karena pentingnya nilai sebuah kejujuran ini, maka Imam Ibnul Qayyim berkata, “Iman asasnya adalah kejujuran dan nifaq asasnya adalah kedustaan.” Hal ini sesuai dengan sebuah hadits Nabi, di mana para sahabat pernah bertanya: "Ya Rasulullah, 'Apakah ada orang beriman yang pendusta?' Beliau menjawab, 'Tidak.’ (HR. Malik).
Dan hadits Nabi yang lain yang menyatakan bahwa dusta merupakan tanda dari kemunafikan. Rasulullah bersabda, “Tanda-tanda orang munafik ada tiga perkara, yaitu apabila berbicara dia dusta, apabila berjanji dia memungkiri dan apabila diberi amanah dia mengkhianati.” (HR. Bukhari).

Minggu, 13 Mei 2012

 Innalillahi, Gadis Ini Wafat Usai Menghafal Alquran
 
 ILUSTRASI
MEDIA INFORMASI - Seorang gadis asal Arab Saudi meninggal dunia, setelah berhasil menghafal 30 juz Alquran. Gadis 15 tahun itu itu meninggal sehari sebelum ia mendapatkan penghargaan dari sekolahnya karena berhasil menghafal seluruh isi Alquran.

Sebelum wafat, gadis yang berasal dari Ibukota Riyadh itu mengatakan kepada orang tuanya, bila hafalan 30 juz Alquran adalah mahkota yang ingin diberikan di atas kepala kedua orang tuanya.

Sejatinya, Rabu (9/5) kemarin, ia bakal mendapat penghargaan atas prestasinya tersebut. Tapi, Selasa sore ia dilarikan ke rumah sakit karena demam tinggi dan sekujur tubuhnya mati rasa, sebelum akhirnya dinyatakan meninggal dunia.

"Saya pergi ke rumahnya untuk mengucapkan selamat. Aaya menemukan dia dan seluruh keluarga sedang gembira. Sebab ia memberitahu mereka tentang prestasinya menghafal 30 juz Alquran dengan air mata bercucuran di matanya," ungkap seorang kerabat gadis tersebut kepada surat kabar Sabq, sura kabar terbitan Saudi.

"(Tapi) ia kemudian dilarikan ke rumah sakit karena demam tinggi. Kepada dokter ia mengaku tubuhnya mati rasa dan kakinya tidak bisa digerakan. Mati rasa itu menjalar ke seluruh tubuhnya, sebelum akhirnya ia meregang nyawa," kisah kerabat tersebut.

Pihak rumah sakit mengaku, mereka tidak bisa menyelamatkan hidup gadis tersebut, karena mereka tidak bisa mendiagnosa penyakit yang menyerangnya tiba-tiba. Hingga kini, para dokter yang menangani gadis itu masih berusaha mencari penyebabnya kematian Hafidzah tersebut.

Sebelum meninggal, gadis tersebut sempat menitipkan pesan kepada teman-temannya. "Saya berhasil menghafal Alquran. Saya menangis karena bahagia untuk prestasi ini, dan saya ucapkan selamat kepada orang tua saya karena saya berjanji untuk membuat prestasi ini menjadi sebuah mahkota di kepala mereka. Ya Allah, jadikan prestasi ini di dalam hati saya dan jadikan prestasi ini senjata saya dalam hidup."

Sabtu, 12 Mei 2012

 Membaca Tanda-Tanda Kiamat
MEDIA INFORMASI -  Hari kiamat pasti terjadi. Hanya saja, kapankah peristiwa itu akan berlangsung? Allah SWT sajalah yang mengetahui.

Tak ada satu pun makhluk di alam semesta, termasuk malaikat, yang mampu memprediksikan waktu kiamat. Bahkan, Nabi Muhammad SAW yang menjadi kekasih-Nya pun tidak diberi informasi yang jelas.

Hal tersebut ditegaskan Allah dalam surat Al-A’raf ayat 187. Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang kiamat, kapankah terjadinya? Katakanlah sesungguhnya pengetahuan tentang kiamat hanya ada pada sisi Tuhanku. Tiada seorang pun yang mengetahui waktu kedatangannya selain Dia.”

Tidak dapat dimungkiri bahwa kita saat ini hidup di akhir zaman. Berbagai peristiwa telah mengisyaratkan bahwa bumi semakin tua. Cuaca semakin tidak menentu dan sulit diprediksi. Berbagai bencana, seperti gempa bumi, gunung meletus, badai, dan banjir kerap terjadi di berbagai penjuru dunia. Ini ditambah dengan gejala pemanasan global (global warming) yang makin mengkhawatirkan.

Dalam kehidupan sosial, berbagai kejadian memilukan juga sering terjadi akhir-akhir ini. Misalnya pembunuhan, pemerkosaan, perang saudara, korupsi, dan berbagai bentuk kebejatan moral lainnya. Hal tersebut melanda di berbagai penjuru dunia. Banyak yang mengatakan berbagai kejadian tersebut merupakan pertanda kiamat sudah dekat.

Dan memang, meskipun kiamat adalah suatu rahasia besar, tapi Allah memberikan sejumlah isyarat atau tanda kepada manusia bahwa saatnya telah dekat. Butuh kepekaan hati untuk bisa membaca tanda-tanda tersebut. Buku karya ulama besar Ibnu Katsir ini mengungkap banyak hal tentang kiamat. Antara lain, tentang tanda-tanda kedatangannya.

Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW bersabda, “Segeralah beramal baik sebelum terjadi enam tanda kiamat. Yaitu, matahari terbit dari arah ia terbenam, Dajjal, asap tebal, satwa melata bicara (dabbah), petaka (kematian spesifik) perorangan, dan petaka umum (kiamat besar).” (HR Ahmad).
Dalam hadis lainnya Rasulullah menjelaskan, "Ada enam tanda kiamat. Yaitu kematianku, pembebasan Baitul Maqdis, kematian akibat penyakit di dada (wabah binatang), harta benda melimpah sehingga orang memberi 100 dinar masih membuat yang diberi marah, petaka menimpa semua rumah bangsa Arab dan gencatan senjata antara kalian dengan keturunan kuning (bangsa Romawi). Namun, mereka berkhianat dan menyerang kalian melalui delapan puluh panji, yang masing-masing dengan 12 ribu orang.”
Hal lain yang banyak dibicarakan orang terkait dengan kiamat adalah kemunculan Dajjal. Dalam Alquran dan hadis banyak digambarkan tentang Dajjal. Antara lain, dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda, “Kiamat tidak akan terjadi sehingga muncul 30 kaum Dajjal sang pendusta. Semuanya mengaku sebagai utusan Allah, harta benda melimpah, timbul banyak petaka, dan kekacauan merebak." Sahabat bertanya, ‘Kekacauan seperti apa?’ Beliau menjawab, ‘Pembunuhan, pembunuhan, dan pembunuhan."

Pembahasan tentang turunnya Nabi Isa juga dibahas panjang lebar dalam buku ini. Juga tentang kemunculan Ya’juj dan Ma’juj, satwa melata keluar dari bumi dan menyapa manusia, matahari terbit dari arah tenggelam, asap tebal yang mengepul di akhir zaman. Selain itu, juga tentang apa yang telah dan belum terjadi terkait tibanya saat kiamat dan gambaran umat akhir zaman. 

Jumat, 11 Mei 2012

 Adab Terhadap Ulama
MEDIA INFORMASI - Sebab awal timbulnya kesyirikan di muka bumi adalah pemujaan berlebihan pada orang atau agamawan yang saleh, sebagaimana terjadi pada kaum Nuh as dan ahli kitab masa lalu. Sikap ini tentu terlarang dalam Islam. Allah SWT berfirman, “Katakanlah, hai ahli k tab, janganlah kamu berlebih-lebihan (melampaui batas) dengan cara tidak benar dalam agamamu. Dan, janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulunya (sebelum kedatangan Muhammad), mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat dari jalan yang lurus.” (QS al- Maidah [5]: 77).

Rasulullah menegaskan dalam hadisnya. Rasulullah bersabda kepadaku menjelang waktu melontar jumrah Aqabah sedangkan beliau berada di atas untanya. “Ambilkanlah batu kerikil untukku,” maka aku mengambilkan tujuh batu kerikil yang kecil baginya untuk melempar. Ketika beliau meletakkan batu kerikil itu di tangannya, beliau bersabda, “Benar, lemparlah dengan batu seperti ini.” Kemudian, beliau bersabda, “Jauhilah sikap berlebih-lebihan dalam beragama karena sesungguhnya umat-umat terdahulu binasa kerana sikap berlebih-lebihan dalam beragama.” (HR Ibnu Majah).

Seseorang dikatakan sebagai ulama disebabkan oleh rasa takutnya pada Allah karena ilmu dan kedalaman hikmahnya. Derajat mereka ditinggikan Allah sebelum dimuliakan manusia. Allah berfirman, “Niscaya Allah meninggikan orang beriman di antaramu dan orang yang di beri ilmu pengetahuan beberapa derajat. Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS al-Mujadalah [58]: 11).

Katakanlah, “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui? Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.” (QS al-Zumar [39]: 9). Rasul menegaskan, status dan peran ulama itu adalah pewaris para nabi dalam menyampaikan ilmu dan ajaran agama ke pada semua manusia setelah berakhirnya pengutusan para nabi dan rasul.

“Barangsiapa menempuh suatu jalan yang padanya dia mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan dia menempuh jalan dari jalan-jalan (me nuju) jannah, dan sesungguhnya para ma laikat benar-benar akan meletakkan sayap-sayapnya untuk penuntut ilmu, dan sesungguhnya seorang penuntut ilmu akan dimintakan ampun untuknya oleh makhluk-makhluk Allah yang di langit dan yang di bumi, sampai ikan yang ada di tengah lautan pun memintakan ampun untuknya. Dan sesungguhnya keutamaan seorang yang berilmu atas seorang yang ahli ibadah ada lah seperti keutamaan bulan pada malam purnama atas seluruh bintang, dan sesungguhnya ulama adalah pewaris para Nabi, dan para Nabi tidaklah mewariskan dinar ataupun dirham, akan tetapi mereka mewariskan ilmu, maka barangsiapa yang mengambilnya dia telah meng ambil bagian yang sangat banyak.”(HR Tirmizi, Ahmad, Ibnu Hibban dan al-Baihaqi).

Bersikap objektiflah sebagaimana Rasul memuliakan ulama dan tidak menjelekkan atau merendahkannya. Diriwayatkan dari Ubadah bin al-Shamit, Rasul bersabda, “Bukanlah dari golongan umatku orang yang tidak menghormati orang lebih besar di antara ka mi, tidak menyayangi anak kecil kami, dan tidak mengetahui hak ulama kami.” (HR Ahmad dan Thabrani).

Bahkan, Allah menjelaskan bahwa menjelek-jelekkan, mengolok-olok, dan merendahkan orang beriman itu salah satu perbuatan dan kebiasaan orang kafir dan munafik. “Kehidupan dunia dijadikan indah dalam pandangan orang-orang kafir dan mereka memandang hina orang-orang yang beriman. Padahal, orang-orang yang bertakwa itu lebih mulia daripada mereka pada hari kiamat. Dan, Allah memberi rezeki kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya tanpa batas.” (QS al-Baqarah [2]: 212).

Dalam hadis yang diriwayatkan Bukhari, Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya Allah berfirman, ‘Barangsiapa memusuhi wali-Ku maka aku umumkan perang kepada mereka.’” Yang dimaksud dengan wali Allah di sini adalah orang alim yang selalu taat dan ikhlas dalam beribadah. Imam Syafii menjelaskan, jika para ulama itu bukanlah wali-wali Allah, maka tidak ada wali Allah di muka bumi ini.

Ikrimah seorang tabi’in mengatakan, “Janganlah kamu menyakiti seorang ulama karena barangsiapa menyakitinya, berarti dia telah menyakiti Rasulullah. Sebab, kedudukan ulama se bagai pewaris ilmu para nabi untuk disampaikan kepada umat hingga hari kiamat nanti. Etika yang baik dalam mendebat ulama adalah mendebat dengan retorika yang diajarkan Allah.

Katakanlah, “Tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu adalah orang yang benar.” (QS al- Ba qarah [2]: 111). Adapun kriteria ulama yang mendapatkan tempat untuk dihormati adalah ulama yang takut kepada Allah dengan ilmunya dan mereka ikhlas dalam melanjutkan risalah kenabian. Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. (QS Fathir [35]: 28). Ikutilah orang yang tiada minta balasan kepadamu dan mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS Yasin [36]: 21).

“Barangsiapa yang mempelajari ilmu dari ilmu-ilmu yang (semestinya) dipelajari hanya karena wajah Allah, namun ia mempelajarinya untuk mendapatkan tujuan keduniaan, maka ia tidak akan mencium bau surga pada hari kiamat (kelak)”. (HR. Ibnu Majah dan Abu Daud). Wallahu a’lam bish shawab